Tag: buku

Kenapa Buku yang Anda Tulis Tidak Laku?

mini gathering quanta-elexmedia
Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan undangan dari Quanta-Elexmedia Komputindo dalam acara mini gathering. Acara yang selalu saya tunggu-tunggu, karena bisa berkumpul bareng dengan para penulis dan editor. Berkumpul bersama mereka bagai menelan bubuk mesiu yang bisa meledakkan semangat. Hehe.. 🙂
Selain mendapatkan ledakan semangat, di acara super keren itu, kami juga mendapatkan banyak sekali ilmu. Khusus di mini gathering kali itu, kami mendapatkan ilmu menjual buku. Asyik, kan… :).
Nah, agar ilmu yang saya peroleh di acara tersebut lebih bermanfaat, saya akan membagikannya kepada teman-teman semua. Saya juga akan menyisipkan beberapa pengalaman berbisnis buku yang telah kami geluti selama 3 tahun ini.
Buku merupakan produk dari seorang penulis. Agar opini yang penulis tuangkan ke dalam tulisan bisa sampai kepada masyarakat, maka buku harus dibaca oleh masyarakat. Semakin banyak buku tersebut dibaca oleh masyarakat, maka semakin tersebar pula opini si penulis kepada masyarakat. Sehingga, semakin besar kemungkinan si penulis mempengaruhi masyarakat. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka penulis harus bisa menjual bukunya sebanyak mungkin. Kecuali jika si penulis akan membagikan buku-bukunya secara gratis kepada seluruh masyarakat 🙂
Dalam menjual buku, ada beberapa “pintu” yang paling umum dilakukan oleh penulis, yaitu melalui toko buku, toko online, dan melalui kegiatan-kegiatan seperti seminar.
Khusus penjualan buku melalui toko buku, dibahas mendetail di acara mini gathering tersebut oleh Pak Yoyok dari Gramedia Matraman. Jika Anda menerbitkan buku secara mayor, berikut perlakuan buku Anda di toko buku:
Tahap pertama adalah penerimaan. Pada tahap ini, buku Anda yang beroplah sekitar 2.000 eksemplar diterima oleh toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap toko mendapatkan sekitar 10 – 30 eksemplar, tergantung PO (permintaan) toko.
Dalam kesempatan tersebut, Pak Yoyok juga mengatakan bahwa toko menerima setidaknya 2.500 – 2.600 JUDUL BARU setiap bulannya! Wow…jumlah yang fantastis. Dan dari hasil pengamatan terhadap arus buku yang masuk, jumlah tersebut diprediksi akan terus bertambah.
Di satu sisi saya bangga dengan meningkatnya jumlah buku yang dihasilkan oleh para penulis. Meningkatnya jumlah buku yang diproduksi, menunjukkan semakin meningkatnya permintaan buku oleh masyarakat. Sehingga, bisa diasumsikan bahwa minat baca masyarakat Indonesia juga mengalami peningkatan. Namun di sini lain, dengan semakin banyaknya jumlah buku dan penulis, menjadi tantangan besar bagi setiap penulis agar tetap eksis dan bisa bersaing di pasar yang sangat ketat. Tips untuk para penulis dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat ini, akan saya jelaskan lebih detil di bawah.
Tahap kedua adalah memajang (men-display) buku Anda di rak-rak toko. Khusus buku baru, akan diletakkan di floor, yaitu meja yang di lantai. Biasanya meja ini berada di dekat pintu masuk sehingga dapat dilihat oleh pengunjung. Setelah dipajang di floor, buku akan dipindahkan ke rak-rak berdasarkan kategori atau rak biasa. Namun harus diingat juga, bahwa tidak semua buku akan dipajang di floor. Hanya buku yang dinilai potensial saja, yang akan dipajang di floor. Buku yang dinilai kurang potensial akan langsung diletakkan di rak biasa berdasarkan kategori genre buku.
Mengenai display (rak) toko ini, ada sedikit rahasia yang akan saya bagikan di bawah. So, terus baca hingga tuntas tulisan ini.
Tahap ketiga adalah Retur, yaitu apabila penjualan buku Anda di toko menunjukkan pergerakan yang lambat (slow moving), yaitu penjualan biasa-biasa saja, stagnan atau bahkan buruk, maka dalam waktu sekitar 2-6 bulan, buku Anda akan diretur (dikembalikan) ke penerbit. Ingat kan, pada paragraf sebelumnya sudah saya sebutkan bahwa ada 2.500-2.600 JUDUL BARU masuk ke toko setiap bulannya. Sementara, jumlah rak buku tetap, tidak bertambah. Sehingga, jika buku Anda kurang prospektif, maka akan segera digusur dari rak.
Sadis, ya. Lama nulisnya, puyeng nulisnya, lama nemuin penerbit mayornya, dan lama nunggu terbitnya, akhirnya diretur hehe… Yah itulah bisnis. Pada akhirnya, mau gak mau keuntungan materilah yang menjadi pertimbangan. Apabila buku Anda tidak dapat lagi memberikan keuntungan yang baik untuk toko, maka toko terpaksa harus meretur buku Anda ke penerbit. Wajar dong ya, karena semua pebisnis termasuk toko harus terus melangsungkan hidup dan terus menggaji para karyawan mereka.
Jadi jangan heran jika royalti yang Anda terima sedikit, meskipun buku Anda sudah “habis” di toko. Hal tersebut bukan karena buku Anda habis laku terjual, tapi habis diretur.
Tahap lainnya adalah Repeat, yaitu apabila stok buku di toko habis, sementara track record penjualan buku Anda dinilai masih bagus, maka toko akan melakukan Repeat Order (RO) kepada penerbit.
Namun, biasanya tidak semua penerbit memenuhi RO dari toko. Sebagian penerbit akan memenuhi RO, tapi sebagian penerbit memutuskan tidak memenuhi RO karena berbagai pertimbangan. Sebagai contoh adalah buku Pendidikan Anak Ala Jepang yang kami terbitkan. Banyak toko yang mengajukan RO kepada kami karena stok buku di toko sudah habis sementara track record penjualan buku tersebut masih sangat bagus. Kami memang memutuskan untuk tidak memenuhi RO toko karena pertimbangan keuntungan yang (jujur) jauh lebih kecil ketimbang penjualan yang kami himpun melalui penjualan online dan melalui Agen (Dropship). Melalui survei yang kami lakukan kepada konsumen, umumnya mereka juga lebih senang jika bukunya diantar ke rumah langsung ketimbang mereka harus pergi ke toko.
Sehingga, jika Anda mencari buku Pendidikan Anak Ala Jepang di toko buku, mungkin sudah mulai sulit menemukannya. Bukan karena habis diretur, tapi habis terjual. Sementara, RO toko belum ingin kami penuhi.
Jadi buat Anda penulis buku, tidak perlu risau juga jika buku Anda tidak ditemukan lagi di toko. Bukan berarti buku Anda habis diretur, tapi bisa jadi memang buku Anda habis terjual sementara RO toko tidak dipenuhi oleh penerbit. Asalkan royalti Anda lancar dan besar, dari ‘pintu’ penjualan manapun, sama saja bukan? Opini Anda tetap tersebar luas dibaca oleh masyarakat dan kantong Anda pun tebal :). Jika Anda mengalami hal serupa, tanyakan perihal tersebut kepada penerbit untuk meminta penjelasan mengenai status buku Anda.
Sampai sini kira-kira sudah dapat gambaran kan, bagaimana perlakuan buku Anda selama di toko buku.
Nah, sekarang giliran saya bertanya kepada Anda. Jangan meneruskan membaca sebelum menjawab pertanyaan saya, ya 🙂
Berikut pertanyaannya:
“Apakah buku yang LEBIH LARIS pasti LEBIH BAGUS dibandingkan buku yang KURANG LARIS?”
Setelah Anda menjawab, silakan lihat gambar di bawah ini:
Slide Presentasi
Yap, buku yang lebih laris BELUM TENTU lebih bagus ketimbang buku yang kurang laris.
Kenapa?
Berikut penjelasan yang saya dapatkan dari mini gathering dan pengalaman kami selama ini.
Penulis adalah KUNCI dari penjualan buku. Penulis tidak hanya harus bisa menulis. Tapi juga harus bisa MENJUAL bukunya.
Menjual yang dimaksud di sini bukan berarti melulu dengan berkoar-koar menyebutkan buku yang Anda tulis serta harganya. Tapi termasuk usaha Anda dalam membranding diri. Semakin brand diri Anda dikenal masyarakat, semakin besar masyarakat mengenal produk Anda dan tertarik membeli buku Anda.
Selain itu adalah istiqomah, yaitu terus menulis tanpa lelah. Jangan baru satu buku, gak laku, lalu malu :). Teruslah menulis, karena Anda akan dikenal sebagai penulis jika Anda terus menulis.
Langkah lain adalah bentuklah ikatan emosional dengan (calon) pembaca buku Anda. Sehingga, mereka “menyukai” dan “membutuhkan” Anda. Ikatan emosional ini bisa Anda rintis dengan berbagai cara, antara lain bisa melalui komunitas yang Anda bangun atau melalui informasi-informasi bermanfaat yang Anda bagikan kepada mereka. Pilihlah informasi-informasi yang berkaitan dengan segmen buku Anda.
Tips lain adalah sering-seringlah mengadakan kegiatan yang melibatkan brand atau buku Anda, seperti seminar, bedah buku, atau aktivitas lainnya. Anda bisa mengadakan kegiatan tersebut secara mandiri atau bisa juga melibatkan penerbit atau lembaga lain.
Selain keempat tips di atas, tentu tulislah buku yang menarik, unik, dan sajikan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya di buku lain. Tidak hanya para scientist dan pengusaha aja loh yang dituntut harus inovatif. Tapi semua orang yang “menjual”, termasuk penulis juga harus bisa inovatif! 🙂
Nah, tentang rahasia display (rak) toko yang di atas saya janjikan akan saya ulas, akan saya ulas pada beberapa paragraf di bawah ini.
Letak rak memang cukup mempengaruhi penjualan buku Anda. Letak yang strategis, tentu akan memancing penjualan yang lebih besar terhadap buku Anda. Berbeda dengan buku-buku yang terletak di rak biasa. Apalagi kalau rak itu berada di pojokan, pula. Kalau pengunjung toko bukan orang yang suka blusukan, dijamin buku Anda tidak akan tersentuh pembeli.
Nah, jika Anda memiliki dana yang cukup, Anda bisa menyewa rak di bagian depan untuk buku Anda sehingga buku Anda dapat dengan mudah dilihat dan ditemukan oleh pengunjung toko. Bahkan, Anda bisa menyewa neon box khusus untuk display buku Anda. Biaya sewa rak “spesial” tersebut berbeda-beda setiap toko, sekitar 1-2 juta per 2 minggu. Semakin potensial toko, biasanya semakin mahal biaya sewa raknya.
Bukan hanya sewa rak “spesial” yang bisa Anda manfaatkan dari toko untuk buku Anda. Anda juga dapat menghubungi pihak toko untuk menyelenggarakan bedah buku, seminar, atau kegiatan apapun untuk buku Anda. Tapi, tentu juga diperlukan syarat khusus dan biaya. Biasanya, untuk bedah buku/seminar, hanya penulis-penulis yang dijamin bisa menghadirkan peserta dalam acara tersebut, yang akan di-ACC permohonannya. Lucu dong ya, kalau pihak toko sudah menyiapkan acara tapi ternyata peserta seminar/bedah buku yang hadir segelintir atau bahkan tidak ada. Pasti tidak enak banget bagi penulisnya sendiri maupun tidak enak juga bagi pihak toko. Selain syarat tersebut, sejumlah biaya tertentu juga diperlukan. Karena toko biasanya harus menyiapkan kursi, sound system, spanduk, dan area khusus untuk acara yang biasanya menyebabkan penurunan penjualan buku lain yang terdisplay di sekitar area tersebut. Biaya pengadaan seminar/bedah buku ini, bisa Anda tanyakan langsung ke toko-toko terkait.
Demikianlah beberapa tips untuk penulis dalam menjual buku agar laris di pasar. Sekali lagi saya katakan bahwa PENULIS adalah KUNCI kesuksesan penjualan buku. Penerbit hanya bisa membantu memfasilitasi penulis. Jadi, jangan pernah memasrahkan penjualan buku Anda hanya kepada penerbit, apalagi menyalahkan penerbit jika buku Anda tidak laku. Setiap penerbit pasti ingin semua buku yang mereka terbitkan laku. Kalau buku Anda laku, penerbit juga akan semakin untung, kok. Mana ada pebisnis yang menolak keuntungan.
Semakin ketatnya persaingan di pasar, mulailah MENJUAL buku Anda semaksimal mungkin sekarang juga. Jangan hanya mengandalkan penjualan toko dimana rotasi buku Anda sangat dibatasi waktunya. Maksimalkan juga pemanfaatan media digital (online) untuk menjual buku Anda dengan tips-tips yang telah saya sampaikan di atas. Tips sukses lain dalam berjualan online bisa Anda baca di artikel yang pernah saya tulis di sini. Apabila Anda ingin mendapatkan pelatihan lebih mendalam dalam menulis hingga memasarkan buku Anda agar laris, bisa bergabung ke dalam Pelatihan Menulis.
Apabila Anda menilai artikel ini bermanfaat, bagikan dan teruskan. Semoga kebaikan terus menyebar bagai virus di negeri ini.

Teknik Sederhana Menulis Cerita Anak

Oleh’ Susanti Hara Jv
Masa kanak-kanak adalah dunia yang pernah seorang dewasa lewati. Masa di mana mereka memiliki kebebasan imajinasi untuk bermain peran bersama teman menjadi apa saja. Saya ingat ketika masih kecil bisa berperan menjadi penjahat, polisi, guru, dan seluruh teman saya menokohkan karakter lainnya. Kami menikmati semua permainan itu tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Saking asyiknya bermain. Begitu sekarang berada dalam dunia pendidikan anak luar biasa, rasanya masih tetap saja dunia anak adalah dunia bermain untuk memerankan karakter yang mereka lihat dan juga rasakan. Saya sering melihat peserta didik di sekolah saya memanfaatkan waktu bermain peran menjadi ayah, ibu, dan juga anak. Bahkan, seringkali mereka bermain peran menirukan beberapa profesi yang mereka baca dari buku, ataupun mereka lihat dari tayangan televisi. Semua itu bisa dituangkan dalam bentuk tulisan. Tetapi, bukan tulisan biasa jika ingin dimuat di media, terbit, dan dibaca milyaran anak Indonesia. Cerita di atas semoga bisa menjadi gambaran, betapa luasnya nanti teknik dalam menulis cerita anak. Sesuatu yang berawal dari diri sendiri, kisah masa kecil, bisa dituangkan menjadi cerita anak. Bagi penulis yang sudah malang melintang dalam dunia kepenulisan, mungkin akan banyak menemukan teknik menulis. Proses kreatif yang tentunya berbeda antara penulis yang satu dengan penulis lainnya. Namun, intinya adalah jika ingin menulis cerita anak, kita harus “liar” dalam menulis, dan menuangkannya. Sehingga kita punya banyak kreatifitas dalam mengungkapkan bahasa tulisan. Tulisan benar-benar berkesan bahkan berpengaruh bagi pembaca cilik. Contohnya saja untuk menulis tema “Keluarga”. Maka setidaknya ada beberapa orang yang kita ingat, seperti: “Ayah”,  “Ibu”,  “Kakek”,  “Nenek”, “Kakak”, “Adik”,  dst. Dari karakter di atas, tentu akan ditemukan berbagai fenomena berbeda. Seperti ide menuliskan “Kakek”, maka setidaknya ada beberapa hal terkait dengan ide itu, seperti: – Siapa Kakek? – Di mana tempat tinggalnya? -Seberapa jauh jarak rumah Kakek dengan Anak? – Apa pekerjaan Kakek? – Bersama siapa Kakek tinggal? – Adakah pengalaman mengesankan bersama Kakek?
– Adakah pengalaman memalukan bersama Kakek? – Cerita apa yang menarik tentang Kakek?  -dst Sangat sederhana, bukan? Benar-benar “liar” dan tanpa batas. Semakin banyak keterkaitan ide dengan peristiwa atau pengalaman, tentu semakin mudah menulis.
Pertanyaannya, bagaimana mulai menulis cerita anak? Bagaimana memulai kata atau kalimat di awal paragraph? Semoga beberapa teknik yang saya dapat dari beberapa guru, baik itu belajar secara langsung maupun media sosial, cukup membantu untuk mulai menulis cerita anak. Kalau masih dirasa kesulitan, sila kirim pertanyaan. Dengan senang hati akan saya berikan tanggapan. Inilah beberapa teknik yang menurut saya memudahkan untuk memulai menulis cerita anak.

  1. Teknik Deskripsi Waktu Ini bisa digunakan untuk menggambarkan keadaan tertentu dengan menggunakan setting waktu. Bisa menunjukkan detik, menit, jam, hari,tanggal, bulan, tahun, siang hari, tengah malam dan seterusnya seiring waktu berjalan. Misalnya: Malam semakin gelap, Ayah belum juga pulang. Kudengar jam berdentang sepuluh kali. Hatiku tidak tenang. Biasanya, pukul 06.00 WIB, Ayah sudah sampai rumah. Aku jadi bertanya-tanya, apakah terjadi sesuatu dengan Ayah di tempatnya bekerja?
  2. Teknik Deskripsi Tempat Memulai tulisan dengan menggunakan setting tempat, tentu akan cukup mudah. Banyak sekali tempat yang pernah kita lewati dalam kehidupan sehari-hari. Teknik ini berhubungan dengan di mana terjadinya kisah atau peristiwa. Tempat dalam cerita anak sangat luas. Bahkan, sampai ke negeri dongeng, peri, dan sebagainya. Tidak hanya melulu tempat itu sebuah rumah, bangunan, toko, pedesaan, kota, negara, lautan, dan seterusnya. Anak-anak perempuan pada masa kini, lebih menyukai kisah putri dan kerajaan. Hal ini tentu berhubungan dengan dunia mereka yang liar.  Misalnya: Di sebuah kerajaan yang tenang, Putri Anti duduk sendirian. Dia tidak mau ke luar kamar. Ketika Bi Asih, pengasuhnya datang, Putri Anti mengunci mulutnya. “Ada apa Tuan Putri?” tanya Bi Asih, “Kenapa mengurung diri terus?” Dst.
  3. Teknik Deskripsi Orang Teknik mulai menulis deskripsi orang ini digunakan dengan menggambarkan sosok tokoh. Baik itu tokoh utama maupun tokoh pembantu. Intinya, ada orang, hewan, tumbuhan, atau karakter lain seperti peri yang terlihat dalam dunia anak dan bisa digambarkan melalui kata-kata. Misalnya: Tangan Peri Para, peri pengantar debu memerah. Peri paling cantik di negeri Hijau itu terkejut bukan main. Dia berteriak, “Tolong!” Dst… 4. Teknik Memulai Cerita Anak dengan Konflik Konflik dalam cerita anak sebenarnya sangat banyak. Tetapi, dalam menuangkannya, terutama cerita pendek yang sekali duduk dibaca anak dapat tuntas, sebaiknya hanya menceritakan satu konflik. Tulislah konflik yang benar-benar berkesan meskipun hasil rekayasa penulisnya. Misalnya:  “Aku tidak mau berteman lagi sama kamu,” bentak Dita seenaknya saja. Anggi melongo tak percaya, “Tapi Dit, memangnya aku salah apa?” Dst…. 5. Teknik Memulai dengan Aksi Untuk teknik ini, saya yakin sudah banyak yang bisa menebaknya. Tokoh dalam cerita melakukan suatu tindakan, gerak, atau sikap yang berhubungan dengan aksi. Misalnya: Andi membelokkan sepedanya ke kiri. Dia menghindari tabrakan dengan sepeda Tito. Tapi, sayang, begitu berbelok, Andi tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya. Akhirnya, Andi terjerembap di dalam kolam ikan Pak Saswi. Dst….
  4. Teknik Memulai dengan Dialog Teknik ini saya anggap paling mudah di antara sekian banyak teknik. Menulis menggunakan teknik ini, rasanya dari awal sudah terbangun cerita, tinggal memoles deskripsinya. Misalnya: “Siapa yang membawa baju bergambar Ultraman ini, Dit?” tanya Anto. Bukannya menjawab, Anto malah bertanya, “Memangnya kenapa?” “Aku suka baju ini. Aku ingin membelinya, tapi belum punya uang.” Dst…

Itulah beberapa teknik memulai menulis cerita. Silakan gunakan yang mana saja. Seiring berkembangnya kemampuan, maka akan semakin terampil dalam menulis. Awalnya, mungkin akan terasa begitu sulit. Tetapi jika sudah sering menulis, tanpa melihat lagi teknik apapun, insya Allah menulis tinggal menuangkan isi kepala ke dalam bentuk cerita. Selamat mengaplikasikan. Mari terus berlatih, berlatih, dan berlatih. Berlatih untuk menghasilkan karya berkesan. Berpengaruh positif bagi generasi penerus bangsa.