Molly Bondan (Penerjemah Pidato Presiden Soekarno), Menulis Sampai Akhir Hayat

Oleh Ade Tuti Turistiati, Nara Sumber : Alit Bondan

Posisi penerjemah bisa jadi kurang populer karena dia sering berada di balik layar. Namun demikian, kedudukan penerjemah menjadi sangat penting karena dia harus dapat mengungkapkan apa yang tersurat dan yang tersirat dalam suatu tulisan dengan baik dan benar sehingga apa yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh orang lain yang membaca atau mendengarkan terjemahannya.

Adalah Molly Bondan, penerjemah pidato presiden Soekarno yang mungkin namanya sangat jarang kita dengar. Beliau memegang peranan penting dalam memberikan pemahaman atas tulisan-tulisan dan pidato-pidato presiden Soekarno yang diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris untuk konsumsi para diplomat dan wartawan asing, tamu negara, dan lain-lain pada waktu itu.
Molly Bondan yang lahir dengan nama gadis Marry Alithea Warner di Auckland, Selandia Baru pada tanggal 9 Januari 1912 adalah istri Mohamad Bondan, salah satu perintis kemerdekaan Republik Indonesia yang dibuang oleh Belanda ke Boven Digul bersama-sama rombongan Bung Hatta dari Tahun 1934 sampai 1943. Ketika Jepang menyerbu Indonesia, Bung Hatta kembali ke Jawa dan Mohamad Bondan dilarikan ke Australia. Di sanalah mereka bertemu dan menikah pada tahun 1946. Pada tahun 1947, keluarga Mohamad Bondan kembali ke Indonesia dan Molly Bondan aktif bekerja sebagai penyiar di RRI, menulis dan mengajar Bahasa Inggris. Karena kedekatan Mohamad Bondan dengan Bung Hatta, Bung Karno sedikit demi sedikit mengenal nama Molly Bondan sehingga pada akhirnya Molly dipercaya untuk menerjemahkan pidato-pidato kenegaraannya ke dalam Bahasa Inggris, terutama pidato-pidato pada peringatan 17 Agustus sejak Tahun 1950 s/d 1966.
Judul Pidato peringatan hari Kemerdekaan 17 Agustus dari Bung Karno yang diterjemahkan Molly Bondan adalah: Dari Sabang sampai Merauke (1950), Capailah Tata Tenteram Kerta Raharja (1951), Harapan dan Keyataan (1952), Jadilah Alat Sejarah (1953), Berirama dengan Kodrat (1954), Tetap Terbanglah Rajawali (1955), Berilah Isi kepada Hidupmu (1956), Satu Tahun Ketentuan (1958), Tahun Tantangan (1958), Penemuan Kembali Revolusi Kita (1959), Laksana Malaikat yang Menyerbu dari Langit, Jalannya Revolusi Kita atau JAREK (1960), Resopim (1961), Tahun Kemenangan atau TAKEM (1962), Genta Suara Republik Indonesia atau GESURI (1963), Tahun Vivere Pericoloso atau TAVIP (1964), Capailah Bintang-Bintang di Langit (1965), dan Jangan Sekali-kali meninggalkan Sejarah (1966).
Molly Bondan juga aktif dalam konferensi-konferensi Internasional sebagai staf Sekretariat dengan tugas menerjemahkan dan mengurus pidato-pidato para delegasi, antara lain dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan konferensi Colombo Plan ke-11 di Jogyakarta pada tahun 1959. Bahan kuliah Bung Karno mengenai Marhaenisme yang berjudul Shaping and Reshaping Indonesia, yang dipaparkannya pada tanggal 3 Juli 1957 untuk memperingati 30 Tahun berdirinya Partai Nasional Indonesia juga disusun dengan bantuan Molly Bondan. Pidato Bung Karno di PBB tahun 1958 dengan judul To Build The World A New , juga tak lepas dari sentuhan Molly Bondan.
Dengan sang suami Molly menerbitkan buletin bulanan Indonesia Current Affairs, Translation Service Bulletin setebal 90 halaman, yang diterjemahkan dari berita-berita koran yang terdiri dari berita politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam. Untuk pembuatan buletin tersebut Mohamad Bondan harus membaca tidak kurang dari 13 koran setiap hari, kecuali Minggu, guna memilih berita-berita yang merefleksikan Indonesia. Tugas Molly Bondan menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Buletin ini ditujukan untuk kedutaan-kedutaan asing di Jakarta dan banyak dimanfaatkan oleh universitas-universitas luar negeri yang mempunyai kajian mengenai Indonesia.
Kesehatan Mohomad Bondan mulai menurun pada tahun 1975. Berhubung tidak ada penggantinya, buletin terpaksa ditutup pada bulan Desember 1976. Molly juga menulis di beberapa koran, seperti Harian Kami (1968), antara lain mengenai Pancasila. Molly menyadari bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan banyak ide-ide mengenai kemanusiaan dan keadilan sosial yang telah ada di barat sejak abad ke 17. Untuk itu Molly menulis di Kompas sebanyak 11 artikel berseri mengenai ide-idenya selama tahun 1979. Molly Bondan yang telah mengabdikan hidupnya pada Negara Republik Indonesia wafat pada tanggal 6 Januari 1990 karena penyakit kanker yang dideritanya, tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke 78 dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Tulisan-tulisannya dalam bahasa Inggris mengenai kebudayaan Indonesia yang ditik dengan mesin tik manual sebanyak 250 halaman masih tersimpan rapi di rumah putra tunggalnya, Alit Bondan. Salah satu topik tulisan almarhum mengenai kebudayaan Indonesia adalah Island of Golden Heritages : Indonesia.
Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti” (Ali bin Abi Thalib)

Spread the love

2 thoughts on “Molly Bondan (Penerjemah Pidato Presiden Soekarno), Menulis Sampai Akhir Hayat

  1. Walaupun tidak mengenal secara akrab, aku merasa bangga bisa mengenal Ibu Molly Bondan ketika aku bekerja sebagai staff Unicef sejak tahun 1967. Penampilan yang amat sede4rhana dengan wajah ramah dan tutur kata yang lembut bila menyapa sesama. Bahasa Indonesia beliau sangat lancar. Kita kehilangan seorang tokoh yang istimewa untuk bangsa namun kita masih memiliki karya-karyanya.

Comments are closed.